Bagi muslim yang diterima puasanya karena mampu menundukan hawa nafsu duniawi selama bulan Ramadhan dan mengoptimalkan ibadah dengan penuh keikhlasan, maka Idul Fitri adalah hari kemenangan sejati, di mana hari ini Allah SWT akan memberikan penghargaan teramat istimewa yang selalu dinanti-nanti oleh siapa pun, termasuk para nabi dan orang-orang shaleh, yaitu ridha dan magfirah-Nya, sebagai ganjaran atas amal baik yang telah dilakukannya.
SEJAK Idul Fitri resmi jadi hari raya nasional umat Islam, kita disunahkan untuk merayakannya sebagai ungkapan syukur atas kemenangan jihad akbar melawan nafsu duniawi selama Ramadhan. Tapi Islam tak menghendaki perayaan simbolik, bermewah-mewah. Apalagi sambil memaksakan diri.
Islam menganjurkan perayaan ini dengan kontemplasi dan tafakur tentang perbuatan kita selama ini.
Merayakan Idul Fitri tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul fitri ajang tasyakur, refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Allah SWT. Momen mengasah kepekaan sosial kita.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengingatkan arti penting Hari Raya Idul Fitri untuk meneguhkan semangat kebangsaan. Para elit yang belakangan terlibat perselisihan, diingatkan untuk bisa saling bermaafan, melupakan semua kesalahan dan kembali bersama-sama membangun bangsa.
“Idul Fitri adalah kesempatan kita bersenang-senang, itu boleh karena kita patut bangga berhasil menahan hawa nafsu selama sebulan. Tapi hal penting yang tidak boleh ditinggalkan adalah silaturahim, saling bermaafan,” ungkapnya.
Untuk menikmati kemenangan dengan bersenang-senang, Kiai Said tetap mengingatkan agar dilakukan sebatas kemampuan yang dimiliki. Makanan enak dan pakaian yang bagus menjadi contoh bentuk kesenangan, dengan pemenuhannya tetap memperhatikan kemampuan.
Sementara untuk silaturahim, seluruh warga negara yang beragama Islam disarankan dapat melakukannya. Pejabat bisa menerima silaturahim rakyatnya, dengan mengedepankan sikap gembira.
“Itu ada hadistnya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, wajib baginya senang dalam menerima kedatangan tamu di rumahnya,” tegas Kang Said.
Di kalangan elit pemerintahan, Kang Said juga berpesan agar momentum Idul Fitri dijadikan sarana rekonsiliasi nasional dengan saling memaafkan. Jika memang dianggap perlu, Presiden SBY disarankan tak segan mendatangi sesama elit politik, saling memaafkan dan melupakan perselisihan yang selama ini muncul.
“Intinya, semua harus bisa memaknai Idul Fitri dengan semangat saling memaafkan. Presiden, jika nantinya menjadi tuan rumah dalam silaturahmi, tetap wajib menghargai tamunya, apa pun latar belakang tamu tersebut,” imbuhnya.